Sabtu, 30 Maret 2019

DESAIN PEMBELAJARAN MENYIMAK YANG MENARIK

Desain Pembelajaran Menyimak

  Desain pembelajaran sama artinya model pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.

     Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. (Soekamto dan Winaput  
   
     Model pembelajaran menyimak yang menarik menurut saya adalah model pembelajaran Quantum karena unsur pembelajarannya terdiri atas konteks berupa latar pengalaman (lingkungan, suasana, landasan, dan rancangan) serta unsur isi yang berupa penyajian pembelajaran. Kedua unsur ini cocok sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi, yakni berkaitan dengan pengelolaan kelas sebagai latar pengalaman dan pemilihan model atau metode pembelajaran sebagai cara penyajian pembelajaran.

     Kerangka rancangan dan prinsipnya pun memungkinkan siswa untuk menyimak dengan baik dan memungkinkan guru melakukan pengelolaan kelas dengan baik. Kerangka rancangan pembelajaran Quantum adalah tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan atau biasa disingkat menjadi TANDUR (DePorter, Reardon & Singer-Nouri, 2005). Sedangkan prinsip-prinsipnya adalah segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan (DePorter, Reardon & Singer-Nouri, 2005).

     Dalam kerangka rancangan pembelajarannya, tahap tumbuhkan memungkinkan guru untuk menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa dengan memuaskan AMBAK (Apa Manfaat BagiKu). Siswa perlu tahu manfaat mempelajari suatu materi, agar pembelajarannya menjadi bermakna. Meaningful learning ini merupakan strategi dasar konstruktivisme Vygotsky. Selain itu, tahap ini juga sesuai dengan salah satu wawasan prinsip humanisme, yaitu perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Menurut Aminuddin (dalam Resmini, Hartati & Cahyani, 2009; Djuanda, 2014), implikasi dari wawasan tersebut dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah :
1. Isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pembelajar secara aktual,
2. Dalam kegiatan pembelajarannya siswa harus menyadari manfaat penguasaan isi pembelajaran bagi kehidupannya,
3. Isi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat pekembangan, pengalaman, dan pengetahuan pembelajar. Tugas gurulah untuk membangkitkan kebutuhan alami dan kesadaran akan manfaat materi yang akan dipelajari dengan memberikan sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang relevan.

     Tahap kedua adalah alami. Tahap ini memungkinkan siswa untuk terlibat dan mengalami langsung pembelajaran. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip kegiatan belajar mengajar yang diungkapkan oleh Resmini, Hartati & Cahyani (2009, hlm. 5), yaitu “pembelajaran berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.” Materi yang disampaikan dengan keterlibatan siswa secara langsung dapat bertahan lebih lama dalam memori siswa dibandingkan dengan materi yang disampaikan dengan ceramah. Ini sangat sesuai dengan pandangan konstruktivisme Vygotsky yang memandang bahwa “hubungan timbal balik antara belajar sebagai proses pembentukan pengalaman secara empirik dan proses pembentukan konsep secara rasional dalam menghasilkan pemahaman menjadi prinsip dasar.”

     Adapun tahap alami yang dirancang dalam pembelajaran Quantum ini, pertama kegiatan menyanyikan lagu arah mata angin sambil melakukan gerakan yang bertujuan mengatasi kesulitan siswa dalam menentukan dan mengingat arah. Kedua, melakukan permainan simulasi membuat denah. Dalam prosesnya, tahap alami yang dilakukan melalui permainan ini adalah untuk membantu siswa memvisualisasikan bentuk kalimat atau kata kunci agar menjadi sebuah denah yang sesuai dengan penjelasan. Dalam tahap alami, siswa tidak menerima transfer informasi dari guru, tetapi menyusun pengetahuan dari keterlibatan seluruh jiwa dan raganya melalui sebuah kegiatan. Menurut Magnesen (dalam DePorter, Reardon, & Singer-Nouri, 2005), kita belajar : 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita ihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. (hlm. 57)

     Langkah selanjutnya adalah melengkapi denah dan menggali informasi dari denah yang sudah dilengkapi. Selain digunakan sebagai penambah pengalaman siswa, kegiatan ini juga strategi pengelolaan kelas. Kelompok siswa yang sedang tidak kebagian melakukan kegiatan bermain akan sibuk mengerjakan pekerjaannya sehingga mereka tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal yang mengganggu.

     Tahap namai adalah tindak lanjut dari tahap alami. Sebelum mengetahui nama suatu konsep, siswa telah mengalami sebelumnya. Sehingga konsep tersebut dapat mengakar dalam ingatan siswa. Tahap namai meliputi dua proses yaitu, melengkapi keterangan arah mata angin setelah bernyanyi dan menyimpulkan hasil permainan dengan menjawab sejumlah pertanyaan.

     Tahap demonstrasikan dapat digunakan sebagai panggung bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka mengetahui sesuatu. Tentu saja pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman di tahap sebelumnya. Tahap demonstrasikan dimaksudkan membuat siswa percaya diri dengan pengetahuan yang ia miliki. Menurut DePorter, Reardon & Singer-Nouri (2005), siswa membutuhkan kesempatan yang sama untuk membuat kaitan, berlatih, dan menunjukkan apa yang mereka ketahui. Siswa tidak perlu takut salah, sebab kesalahan dalam belajar itu biasa dan merupakan proses yang alamiah. Kesalahan yang terjadi hanya satu tahap yang perlu dilewati untuk mencapai keberhasilan. Hal ini sesuai dengan teori koneksionisme Thorndike yang dikenal pula dengan sebutan Trial and Error Learning (Syah, 1995). Menurut Highlard dan Bower (dalam Syah, 1995, hlm. 104) “istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan”.

     Tahap ulangi adalah wadah untuk mengonfirmasi pengetahuan siswa. Selain itu tahap ini juga digunakan untuk menguatkan pemahaman siswa. Tahap ulangi ini dilakukan dengan cara mengisi peta konsep bersama-sama. Pengulangan pembelajaran sesuai dengan prinsip belajar behaviorisme. “Menurut teori behaviorisme ini, manusia adalah organisme yang dapat memberikan respons (operant) baik karena adanya stimulus atau rangsangan yang nampak atau tidak” (Djuanda, 2014, hlm. 9). Stimulus yang secara konsisten diberikan akan menimbulkan respons yang akhirnya menjadi kebiasaan. Pada tahap ini pula terjadi proses penguatan berupa konfirmasi kebenaran pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

     Terakhir, tahap rayakan adalah saat di mana siswa dan guru merayakan keberhasilan dalam belajar, sekecil apapun keberhasilan yang diperoleh setiap orang. Ini juga didasari teori behaviorisme tentang reinforcement atau penguatan. Menurut Djuanda (2014, hlm. 11), “...penguatan atau reinforcement adalah balikan dari guru yang dinyatakan dengan bentuk persetujuan, pujian, dan penguatan verbal nonverbal lainnya.” Penguatan yang dilakukan guru semata-mata adalah untuk tetap menjaga dan meningkatkan kualitas respons belajar siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar